BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filsafat adalah pengetahuan tentang berpikir dengan
kritis sistematis; pengetahuan tentang pemahaman universal terhadap semua
persoalan; dan pengetahuan tentang kebenaran pemikiran yang tanpa batas dan
masalah yang tidak pernah tuntas. Filsafat dari bahasa inggris adalah Philisophy,
yaitu study of the nature and meaning of existence how people should
live.
Seseorang yang sadar akan dirinya dan disekitarnya
pasti akan berpikir, atau berfilsafat. Berbeda dengan orang yang tidak sadar
akan dirinya dan disekitarnya. Sadar di sini merupakan ingatan seseorang bahwa
dia hidup di dunia yang penuh dengan teka-teki, bahwa ada yang mengatur seperti
robot buatan yang di atur dengan remotnya. Membuat pertanyaan yang tidak dapat
di ungkapkan begitu saja tanpa adanya bukti yang nyata yang dapat dilihat oleh
indrawi manusia.
Mengapa seseorang dapat dikatakan berfilsafat?
Karena seseorang yang sudah memiliki akal pikiran pasti dia memiliki pertanyaan
yang begitu banyak dan membingungkan tentang masalah apapun dan bagaimana menjawabnya.
Di contohkan ketika seseorang melihat awan, langit dan hiasannya, mengapa ada
langit? Mengapa dikatakan langit atau yang lainnya?. Dia hanya bertanya tapi
tak dapat menjawab apa yang dia pertanyakan dan ada pula yang dapat menjawabnya
tetapi hanya pemikiran sains saja. Hanya orang-orang yang memiliki cinta dan
kebijaksanaanlah yang dapat menjawabnya dengan jawaban yang rasional, seperti
tokoh Yunani kuno yang bernama Thales (624-546 SM) ia
berpendapat tentang pembentukan asal bumi itu dari air, maka Thales pun
beralasan dengan rasional yang dapat dimengerti oleh akal manusia.
Seiring
bertambahnya umur seseorang, maka akan bertambahnya ilmu pengetahuan seseorang
di situlah adanya salah satu bentuk filsafat dan memprosesnya menjadi sebuah
pertanyaan yang dimulainya dengan teori
pengetahuan yang di dalamnya membicarakan cara memperoleh pengetahuan disebut
dengan epistemologi, kemudian dengan teori hakikat di dalamnya membicarakan
pengetahuan itu sendiri, disebut dengan ontologi, yang terakhir adalah teori
nilai yang membicarakan guna pengetahuan itu, disebut axiology, dengan
menggunakan sistematika filsafat untuk memperoleh kebenaran yang rasional.
1.2.
Rumusan masalah
1. Apakah sistematika filsafat?
2. Bagaimanakah bentuk sistematika
filsafat?
3. Apasajakah cabang-cabang filsafat?
4. Bagaimanakah cara menentukan
kebenaran yang rasional?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Sistematika
Filsafat
Sistematika
filsafat adalah cara kerja filsafat dalam mencari kebenaran. Hasil berpikir
segala sesuatu yang ada dan wajib ada telah terkumpul dalam buku-buku tebal dan
tipis dengan berbagai karangan dan bentuk. Setelah disusun secara sistematis
cara kerja filsafat adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan rasio sebagai alat utama
untuk menemukan dan menentukan suatu kebenaran
2.
Merasionalisasikan segala sesuatu yang ada dan wajib ada dengan cara berpikir
mendalam, logis, dan rasional.
3. Menjadikan semua objek ilmu
pengetahuan sebagai objek material filsafat, tetapi cara kerjanya tidak
mengenal kata akhir sebuah kebenaran telah terbukti keberadaannya.
4.
Kebenaran yang bersifat obserfativ dan empiris bagi filsafat merupakan langkah
awal menuju pencarian kebenaran yang hakiki.
5.
Cara kerja rasio yang sistematis, radikal, dan spekultif
6. Objek kajian filsafat tidak sebatas segala
pada sesuatu yang alamiah, bahkan sesuatu yang sebenarnya Dzat yang menciptakan
alam, yang tidak bersifat alamiah, yakni Tuhan tidak segan-segan dijadikan
bahan perdebatan dan perbincangan filsafat.
Setelah
membahas struktur dan pembagian filsafat sekarang dilanjutkan untuk
menghubungkan struktur filsafat dengan cabang filsafat untuk mengetahui [2]bagaimana
mendapatkan ilmu pengetahuan. Setelah mendapatkan ilmu pengetahun bagaimana
cara membahas atau mengkaji ilmu pengetahuan tersebut. Kemudian mendapatkan
inti dari sesuatu yang dikaji setelah dapat dikaji bagaimana dan apa manfaat ilmu
yang sudah di dapat dan dikaji, karena sama sekali hampa dan bohong mendapatkan
suatu ilmu penegetahuan tanpa di amalkan atau dimanfaatkan khususnya bagi dirinya
sendiri dan untuk orang lain. Berikut adalah ke tiga cabang filsafat:
1.
Epistemologi (teori pengetahuan)
Epistemologi
berasal dari bahasa yunani, episteme yang berarti knowledge atau
pengetahuan atau logy yang berarti teori. Terdapat empat persoalan pokok
dalam bidang ini: apa pengetahuaan itu? Apa sumber-sumber pengetahuan itu?
Dari manakah pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita
mengetahuinya? Apakah pengetahuan kita itu benar?.
Pengetahuan
sudah dijelaskan pada sebelumnya adapun untuk mengetahui dari [3]manakah
sumber-sumber pengetahuan itu dapat diperoleh, menurut Louis Q. Kattsof sumber
pengetahuan manusia itu ada lima macam, yaitu:
1.Empirisme
Kata
ini bersal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Mennurut aliran ini manusia memeperoleh pengatahuan dengan
adanya pengalaman. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi, di
contohkan manusia tahu gula itu manis karena ia marasakannya, bahwa gula itu memang
manis. Dan aliran ini hanya dapat menemukan kebenaran yang bersifat konkret
saja.
[4]2.
Rasionalisme
Rasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan akal adalah dasar
kepastian pengetahuan.pengetahuan yang diperoleh dari akal pikir manusia. Dicontohkan
ketika orang sedang sakit gula pun rasanya pahit maka akal yang dapat menemukan
kebenaran, bahwa orang itu dalam keadaan tidak normal atau sakit sehingga
mempengaruhi seluruh tubuh. Rasionalisme dan empirisme saling bertentangan,
aliran rasionalisme menganggap aliran empirisme masih memiliki kelemahan,
karena keterbatasan indrawi contoh
seperti melihat benda dengan jarak yang jauh, belum tentu benda
itu benar menurut penglihatannya.
3.
Positivisme
Tokoh
aliran ini ialah August Comte (1798-1857). Dia adalah penganut aliran
empirisme. Dalam mencari kebenaran dia menggunakan empirisme, akan tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu, yaitu diperkuat dengan eksperimen. Dicontohkan
panas di ukur dengan termometer, jarak yang jauh di ukur dengan meteran dan
tidak dapat ditebak begitu saja.
4.
Intuisionisme
Intuisionisme
adalah suatu paham yang menunjukan bahwa manusia memiliki pengetahuan tingkat
tinggi. Aliran ini di pelopori oleh Henri Bergson (1859-1941). Menurut aliran
ini, bahwa akal juga memiliki keterbatasan. Manusia hanya dapat difokuskan pada
objeknya saja tidak keseluruhan dan sifat-sifat yang tetap pada objek.
Dicontohkan menyelesaikan masalah seorang yang difitnah, maka hanya berfokus
pada orang yang difitnah dan yang mempitnah, maka akan timbul pemahaman akali
dan akhirnya menyalahkan orang yang difitnah benar malakukan hal tersebut
padahal orang itu tidak melakukannya, di sinilah berperannya intuisionisme.
Jadi, memerlukan kemampuan tingkat tinggi dalam menentukan seperti hala di atas.
[5]2.
Ontologi (teori hakikat)
Ontologi
adalah teori hakikat yang mempertanyakan setiap eksistensi. Di sinilah bagaimana
cara membahas ilmu pengetahuan yang sudah didapat untuk diproses menuju
kemanfaatan ilmu pengetahuan itu, untuk mengetahui asal dan inti dari ilmu
pengetahuan. Hakikat artinya keadaan yang sebenarnya bukan keadaan yang selalu
berubah. Teori hakikat mempunyai cabang, yaitu kosmologi adalah cabang filsafat
yang menyelidiki hakikat asal, susunan, tujuan alam besar, seperti bagaiman evolusi
dan bagaimana susunannya. Adapun hakikat manusia di bicarakan oleh antropologi.
Pembahasan hakikat tuhan di lakukan oleh
theodicea. Dalam theodicea ini muncul isme-isme seperti teisme adalah yang
menyatakan tuhan itu ada. Kemudian ada monoteisme adalah teisme yang
mengajarkan bahwa tuhan itu esa. Triniteisme mengajarkan bhwa tuhan itu satu,
tetapi beroknum tiga. Politeisme ialah paham teis yang mengajarkan, bahwa tuhan
itu banyak. Sedangkan panteisme yang mengajarkan bahwa tuhan dengan alam tidak
ada jarak, tuhan itu adalah alam dan begitupun penenteisme.
Adapun
Ateisme adalah isme yang mengajarkan, bahwa tuhan tidak ada, karena ketidak
percayaan dan ketidak tahuan mereka. Kemudian ada aliran agnotisime, yaitu
paham ketuhanan yang terletak antara teisme dan ateisme. Mereka itu bertuhan
tidak dan tidak bertuhan juga tidak. Adapun filsafat pendidikan, hukum agama
dan yang lainnya juga termasuk cabang ontologi.
Dalam
ontologi ini pada mulanya membicarakan tentang benda untuk mengetahui hakikat
benda munculah 5 aliran, yaitu: materialisme, idealisme, skeptisisme, dan
agnotisisme. Bagi aliran materialisme hakikat benda adalah benda itu sendiri.
Rohani, jiwa, spirit, dan sebagainya muncu karena adanya benda tersebut tanpa
adanya benda tidak adanya roh, jiwa dan spirit dan ketiga bentuk ini bukan
termasuk hakikat.
Aliran
idealisme, aliran ini merupakan aliran yang beranggapan bahwa hakikat pada
benda itu ada dua, yaitu material dan immaterial. Benda dan roh, jasad dan
spirit itulah yang disebut hakikat. Berikutnya adalah aliran agnotisisme, yaitu
aliaran yang menyerah sama sekali. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak dapat
mengetahui hakikat suatu benda. Agnotisisme dari kata A artinya not, gno artinya know, di dalam
bahasa Grik agnostos berarti unkown.
[6]Logika
Dilihat
dari segi etimologi, kata logika berasal dari kata yunani logike (kata
sifat), yang berhubungan dengan kata benda logo yang artinya pikiran
atau kata sebagai pernyataan dari pikiran itu. Berpikir adalah suatu kegiatan
jiwa untuk mencapai pengetahuan. Dengan demikian logika menurut istilah adalah
ilmu yang memberikan aturan-aturan berpikir valid (sahih). Logika adalah
kebenaran dalam teori pengetahuan. Logika menampilkan norma-norma berpikir
benar untuk membentuk pengetahuan yang
benar. Kebenaran dalam logika terbagi menjadi dua bagian, yaitu kebenaran
bentuk dan kebenaran materi. Kedua hal tersebut saling melengkapi jika bentuk
benar, maka materipun harus benar. Dicontohkan sebuah argument: Semua manusia
adalah makhluk hidup
Semua
siswa adalah manusia
Karena
itu semua siswa adalah makhluk hidup
Argument
tersebut adalah benar, karena dilihat dari bentuk benar dan dilihat dari
materipun benar dan sesuai dengan kenyataannya.
Etika
Etika
adalah teori tentang nilai, yaitu baik dan buruk. Contohnya dalam agama islam
ada kategori: baik sekali, baik, netral,
buruk, buruk sekali (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram) dan nilai dalam islam
ditentukan oleh tuhan.
Dalam
etika ini ada aliran hedonism yang beranggapan, bahwa suatu dianggap baik pabila
mengandung kenikmatan. Berikutnya adalah aliran vitalisme yang beranggapan,
bahwa baik-buruk ditentukan oleh ada dan tidak adanya kekuatan hidup yang
dikandung oleh objek yang dinilai. Kemudian ada aliran utilitarianisme
menyatakan, bahwa yang baik ialah yang berguna. Utilitarianisme terbagi menjadi
dua, yaitu: utilitarianisme pribadi dan social. Jadi, untuk menilai perbuatan
harus diperhitungkan lebih dulu, banyak mana antara kenikmatan ataukah
keburukannya. Terakhir adalah aliran pragmatism sama seperti aliran
utilitarianisme, bahwa yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam
kehidupan.
Estetika
Estetika
menurut plato adalah realitas yang sungguh-sungguh, suatu hakikat yang abadi,
tidak berubah. Bagi plotinus keindahan adalah
pancaran akal illahi. Contoh dari etika dan estetika adalah orang yang
cantik itu estetika tapi belum tentu memiliki etika yang baik atau sebaliknya.
Jadi indah itu siftat dari objek.
[7]3.
Axiologi (teori nilai)
Nilai adalah sesuatu yang berharga dapat
ditunjukan pada suatu benda ataupun juga bisa tidak pada suatu benda. Manakala
sumber telah ditemukan dan Untuk mengetahui faedah filsafat adalah, pertama
filsafat sebagai kumpulan dapat dikaji. Berikutnya adalah bagaimana ilmu
pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan
dan segala hakikat sesuatu berfaedah.
teori,
seperti ajaran agama, kedua filsafat sebagai pandangan hidup, fungsinya mirip
dengan agama, yaitu sebagai jalan kehidupan atau pedoman. dan ketiga filsafat
sebagai metode pemecahan masalah. Contohnya memecahkan masalah tentang
kebebasan anak-anak remaja, seperti seks dan bagaimana cara menyelesaikan hal
tersebut agar tidak ada lagi perbuatan seks dan sebagainya. Maka, jika dengan
filsafat mengetahui awal mulanya terjadi hal ini, yaitu pengaruh dari bangsa
barat, maka dari itu anak-anak kecil sebagai generasi penerus harus di ajarkan
dan di beri didikan yang islami dan pendidikan formal sehingga tidak ada
penerus untuk melakukan perbuatan di atas.
Demikianlah beberapa cabang filsafat yang
sangat penting agar seseorang berpikir sesuai dengan sistematika filsafat atau
sesuai dengan jalur yang benar dan menanamkan dalam diri seorang filsafat suatu
keraguan yang tak pernah berujung dalam
mencari kebenaran ilmu pengetahuan sehingga ilmu tersebut memiliki nilai yang
tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk semua orang.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Penemuan
oleh filsuf dalam bidang filsafat banyak sekali jumlah pembahasannya dan penemuan-penemuannya
yang terbentuk dalam buku-buku dengan berbagai bentuk. Tidak semua dapat
memahami dengan begitu cepat buku-buku tersebut, maka dari itu untuk lebih
mudah bagaimana cara menemukan kebenaran yang mudah dipahami dan mengetahui struktur filsafat
dengan mengetahui awal seseorang berfilsafat menggunakkan pokok cabang
filsafat, yaitu Epistemologi (teori ilmu pengetahuan), Ontologi (teori
hakikat), Axiologi (teori nilai) dan ketiga cabang ini memiliki cabang-cabang
yang menjelaskan secara terperinci bagaimana ketiga cabang tersebut saling
berkesinambungan untuk memperoleh kebenaran dalam pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, Abdul Atang dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat
Umum Dari Metologi Sampai Teofilosifi. Bandung: Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun S. 1982. Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Kartanegara, Mulyadhi. 2003. Mejibak Tirai
Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan.
S. Praja, Juhaya. 2003. Aliran–aliran filsaftat
dan Etika. Jakarta: Kencana.
Achmadi, Asmoro. 2005. Filsafat Umum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum (akal dan hati
sejak Thales sampai Capra). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 2004. Filsafat Umum.
Bandung: Pustaka Setia.
[1]
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, filsafat umum. Hal.24.
[2]
Achmadi Asmoro, 2005, filsafat umun. Hal. 24.
[4]Ahmad
Tafsir, 2009, filsafat umum. Hal 22.
[5]
Ahmad Tafsir, 2009, filsafat umum. Hal. 28.
[6]
Ahmad Tafsir, 2009, fisafat umum. Hal. 33.
[7]Ahamd
Tafsir, 2009, filsafat umum. Hal. 42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar