BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman dahulu filsafat hanya
digunakan apabila adanya sebuah pertanyaan yang timbul, sehingga filsafat mampu
menyelesaikan dengan menggunakan akal pemikiran mereka. Seiring dengan
perjalanan waktu ternyata filsafat selalu berhubungan dengan disiplin ilmu.
Menyebabkan filsafat menjadi induk dari berbagai ilmu pengetahuan karena adanya
pertanyaan-pertanyaan itu akan terselesaikan oleh filsafat dengan menggunakan
akal dan pikiran.
Filsafat selalu berhubungan dengan
disiplin ilmu, seperti agama, antropologi, pendidikan, dan sosiologi. Antara
filsafat dan disiplin ilmu tidak dapat dipisahkan karena adanya ketergantungan
yang salig melengkapi dikeduanya. Karena disiplin ilmu akan mampu membuat
pertanyaan yang dipertanyakan dan memberikan jawaban bagi pertanyaan para
filosof yang meyakinkan.
Karena itu hubungan antara filsafat
dengan berbagai disiplin ilmu (agama, sosiologi, antropologi, dan pendidikan)
sangat diperlukan karena akan menimbulkan keteraturan antara ilmu pengetahuan
dan kehidupan dalam berfilsafat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
hubungan antara filsafat dengan pendidikan ?
2. Apa
Hubungan antara filsafat dengan antropologi ?
3. Apa
hubungan antara filsafat dengan agama ?
4. Apa
hubungan antara filsafat dengan sosiologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Dalam
arti sempit pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan dengan
materi terorganisasi, dengan meteri terorganisasi, dilaksanakan secara
terjadwal dalam system pengawasan dan diberikan evaluasi berdasarkan pada
tujuan yang telah ditentukan.[1]
Dalam
arti luas pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung
sepanjang zaman dalam situasi kegiatan kehidupan, yang berlangsung di segala
jenis bentuk dan tingkat linkungan hidup yang kemudian mendorong pertumbuhan
segala potensi yang ada didalam diri individu.[2]
Sedangkan
filsafat adalah kerangka pemikiran manusia yang dilakukan untuk menemukan suatu
kebenaran dari segala hal yang ada maupun yang tidak ada secara mengakar dan
mendalam. Dan filsafat dapat dikatakan sebagai induk semua bidang study dan
disiplin ilmu pengetahuan, dengan sudut pandang yang bersifat komprehensif
berupa hakikat, artinya filsafat memandang setiap objek dari segi hakikatnya.
Jawaban
bagi persoalan filsafat adalah manusia harus bersikap dan berprilaku adil
terhadap diri sendiri, masyarakat, dan terhadap alam.[3]
Agar bisa berbuat demikian manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang
benar dari tentang keberadaan segala sesuatu yang ada, dari mana asalnya,
bagaimana keberadaanya, dan apakah yang menjadi tujuan akhir keberadaanya. Oleh
karena itu, manusia harus mendidik diri sendiri dan sesamanya secara
terus-menerus. Setelah itu muncullah pendidikan dan memulai segala sesuatunya,
manusia mencoba mendidik dirinya dan sesamanya dengan cara menumbuhkan
kesadaran eksistensi kehidupan.[4]
Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada pengetahuan umum berupa asal
usul, eksistensi, dan tujuan kehidupan yang dijadikan landasan dasar bagi
prilaku sehari-hari sehingga eksistensi kehidupan berjalan secara teratur di
dalam tujuan akhir.
Keterkaitan
antara filsafat dengan pendidikan adalah timbulnya suatu masalah itu berasal
dari filsafat, dengan pendidikan kita mampu menyelesaikan suatu masalah yang
ditimbulkan dari filsafat itu sendiri. Bagi filsafat, pendidikan mampu
membangun pandangan hidup yang dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari dan untuk kehidupan nanti sehingga akan adanya keteraturan dan
keadilan dalam menjalani kehidupan. Bagi pendidikan, filsafat memberikan
kontribusi yang berupa kesadaran yang menyeluruh tentang asal-mula, eksitensi,
dan tujuan kehidupan manusia.[5]
Tanpa filsafat pendidikan tidak akan bisa berbuat apa-apa dan tidak tahu apa
yang harus dikerjakan oleh pendidikan tersebut tanpa sebelumnya ada suatu
filsafat yang ditimbulkan. Sebaliknya, tanpa pendidikan filsafat tetap berada
di dalam dunianya sendiri tanpa sebelumnya ada sesuatu yang menarik keluar
filsafat itu.
Hubungan
antara filsafat dengan pendidikan melahirkan satu kesatuan pengertian baru yaitu
filsafat pendidikan. Dalam arti luas bahwa filsafat pendidikan adalah
pemikiran-pemikiran filsafat tentang bagaimana suatu proses dan cara-cara pendidikan dilakukan . Pengertian lain mengatakan bahwa filsafat pendidikan
adalah filsafat tentang proses pendidikan atau filsafat tentang disiplin ilmu
pendidikan ( The philosophy of the discipline of education).
Manfaat Mempelajari
Antara Filsafat Pendidikan
Kemudian
setelah terjalin hubungan antara filsafat dan pendidikan dengan baik maka
didapatkan beberapa hal, yaitu:
1)
Mengembangkan dan memperdalam hasil
filsafat para filosof dimasa lalu
2)
Mengembangkan cara pemikiran dalam
berfilsafat untuk menemukan sesuatu yang baru dan mencari suatu kebenaran yang
sebenarnya.
3)
Memperluas pemahaman mengenai pemikiran
yang telah difilsafatkan.
4)
Mengetahui bagaimana cara menyelidiki
suatu masalah dengan cara yang efektif dan akurat.
B.
Hubungan Filsafat dengan Antropologi
Dari
pengertianya antropologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang menyelidiki seluk
beluk, asal-mula manusia, dan kebudayaan yang terjadi di kehidupan masa lalu.
Hubungan
filsafat dengan manusia melahirkan filsafat manusia, dimana filsafat ini adalah
bagian integral dari system filsafat, yang secara spesifik menyoroti hakikat
atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia adalah upaya untuk
mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu?
Secara
metodis ia mempunyai kedudukan yang sama dengan cabang-cabang filsafat lainnya.
Secara ontologis, ia mempunyai kedudukan yang relatife lebih penting karena
semua cabang filsafat bermuara kepada persoalan yang mengenai esensi manusia.[6]
Keterkaitan
antara keduanya adalah bahwa tanpa adanya antropologi (kehidupan manusia) filsafat
takkan ditemukan dan takkan berkembang seperti saat ini. Bagi filsafat yang menjadi subjek dan objek
filsafat adalah manusia karena manusia sebagai pemikir dan yang dipikirkan.
Hubungan ini harus berjalan secara lurus, adanya filsafat karena adanya
kehidupan manusia danadanya hasil pemikiran berarti ada yang memikirkan
(subjek).
Memang
sulit mencari asal-usul atau seluk-beluk manusia dengan menggunakan filsafat
karena ini memikirkan keadaan kita sendiri dan lingkungan yang dijalani yang
terkadang suatu keraguan dari hasil pemikiran-pemikiran tersebut yang semuanya
tidak menghasilkan kebenaran yang mendalam dan mengakar.
Filsafat
dan antropologi adalah hubungan yang paling awal dari hubungan filsafat dengan
lainnya.
Ciri-ciri Filsafat Manusia
·
Ekstensif, yakni dapat dilihat dari
luasnya jangkauan atau menyulurhnya objek kajian yang digeluti oleh filsafat
ini, filsafat manusia tidak menyoroti aspek-aspek tertentu dari gejala dan
kejadian manusia secara terbatas.[7]
Ini berarti bahwa filsafat manusia mencakup segenap aspek dan ekspresi manusia
dan lepas dari konteks kualitas ruang dan waktu (universal), karena itu ia
tidak mungkin bisa mendeskripsikan semuanya itu secara rinci dan detail hanya
secara garis besar saja.
·
Intensif, yakni bersifat mendasar dengan
menggali inti, esensi dan akar yang melandasi segala kenyataan.[8]
Artinya filsafat manusia hendak mencari inti, esensi dan akar yang dilandasi
atas kenyataan manusia baik yang tampak maupun yang tidak pada setiap gejala
kehidupan sehari-hari.
·
Kritis, yakni ketidakpuasan para filosof
pada pengetahuan yang mengenai tentang manusia.[9]
Dimana para filosof terus mempertanyakan dan mencari hakikat keberadaan manusia
di dunia ini.
Manfaat Mempelajari Filsafat
Antropologi
1.
Secara praktis, mengetahui tentang apa
atau siapa manusia dalam keutuhannya, serta mengetahui tentang apa dan siapa
diri kita ini dalam pemahaman tentang manusia tersebut.
2.
Secara Teoritis, untuk meninjau secara
kritis beragam asumsi-asumsi yang berada dibalik teori-teori dalam ilmu-ilmu
tentang manusia. Dimana seseorang akan menyadari dan memahami tentang
kompleksitas manusia yang takkan pernah habis untuk selalu dipertanyakan
tentang makna dan hakikatnya, sehingga menghindari seseorang dari sikap sempit
dan tinggi hati dan manusia dapat mengatur dirinya untuk dapat membedakan apa
yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari hakikat diri manusia
tersebut.[10]
Seperti
yang telah kita ketahui, bahwa keadaan filsafat berkembang berkat manusia dan
keadaan kehidupannya. Yang mana saling berkaitan antara filsafat dan ilmu
antropologi yakni perkembangannya hingga kini makin berkembang seiring
kehidupan.
C.
Hubungan
Antara Filsafat dengan Agama
Pada hakikatnya, hubungan filsafat dan agama
menjadikan keduanya satu kesatuan, yakni filsafat agama dimana ilmu ini
memikirkan tentang pemikiran filsafat tentang agama. Baik agama maupun filsafat
pada dasaranya mempunyai kesamaan, yakni sama-sama mencapai kebenaran yang
sejati. Bagi filsafat menerima suatu hal kebenaran bukanlah dari kepercayaan,
melainkan penyelidikan dari sendiri atau hasil pikiran belaka. Terdapat pula
perbedaan diantaranya, bahwa dalam agama ada beberapa hal yang penting misalnya
tuhan, kebajikan, baik dan buruk, surga dan neraka dan hal tersebut yang dijadikan
penyelidikan oleh filsafat karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak
mungkin ada.[11]
Agama yang dimaksud disini adalah agama yang diwahyukan tuhan pada nabi dan
rasulnya. Untuk itu, filsafat tidak mengingkari atau mengurangi adanya wahyu.
Pada
dasarnya antara agama dan filsafat tidak ada pertentangan karena apabila
kedua-duanya mengandung kebenaran maka kebenaran itu satu dan tentu sama.[12]
Pada dasaranya filsafat dan agama dalam beberapa hal mungkin sama akan tetapi
dasarnya berlainan. Filsafat berdasarkan fikiran belaka dan agama berdasarkan
wahyu illahi. Dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki, manusia harus
mencarinya sendiri dengan menggunakan alat yang dimilikinya baik lahir dan
bathin. Sedangkan dalam agama, untuk mendapatkan kebenaran hakiki manusia tidak
hanya mencarinya sendiri, melainkan ia harus menerima hal-hal yang diwahyukan
tuhan. Walaupun kebenaran yang dipaparkan oleh agama mungkin serupa dengan
filsafat namun tetap agama tidak dapat disamakan dengan filsafat, karena adanya
perbedaan dalam cara pandang.[13]
Di sisi lain agama berdasarkan kepercayaan, disisi lain pula, filsafat
berdasarkan penelitian dengan mennggunakan potensi manusiawi dan meyakini bahwa
alat ukur kebenaran adalah akal manusia. Dimana filsafat agama menerangkan
masalah agama secara filosofis. Agama yang dimaksud tidak terikat pada suatu
macam agama melainkan pada seluruh agama. Tugas filsafat agama adalah membahas
tentang peranan agama bagi manusia yang ditinjau dari sudut filosofis bukan
dari sudut ajaran dan wahyu yang terdapat pada agama tertentu.
Persamaan antara Filsafat dengan
Agama, yakni:
1.
Filsafat maupun agama merupakan sumber
atau wadah kebenaran ( objektifitas) atau bnetuk pengetahuan
2.
Dalam pencarian kebenaran keduanya
mempunyai metode, system dan mengolah objeknya dengan selengkapnya sampai
mendalam.
3.
Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat
manusia dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak baik
mikrokosmos, makrokosmos, maupun Tuhan. Filsafat bertujuan mencari kebenaran
tentang mikrokosmos, maakrokosmos dan eksistensi Tuhan.[14]
Perbedaan
antara Filsafat dengan Agama, yakni:
1.
Sumber kebenaran filsafat adalah dari
manusia itu sendiri dalam arti pikiran pengalaman dan intuisinya. Sumber
kebenaran agama adalah dari Allah, karena itu disebut juga bersifat vertical.
2.
Pendekatan kebenaran filsafat dengan
jalan perenungan dari akal manusia secara radikal, sistematis, dan universal
tanpa pertolongan dan bantuan dari wahyu Allah. Pendekatan kebenaran agama
dengan jalan melihat kepada wahyu Allah yang berada dalam kitab suci Al-qur’an,
Taurat, dan Injil.
3.
Sifat kebenaran filsafat adalah
spekulatif, yaitu yang bersifat pendugaan yang mengakar menyeluruh dan
universal. Dimana timbul keraguan setelah itu yakin dan kemudian ragu kembali
dan timbul pertanyaan lagi untuk mencari jawaban yang mendalam. Sifat kebenaran
agama adalah mutlak karena bersumber dari Allah. Dimana dimulai dengan keimanan
dan keyakinan setelah itu iman dan keyakinan mnyelidiki kebenaran yang mutlak
setelah yakin atas hasil penyelidikan tersebut maka terjadilah penndalaman
keimanan dan keyakinan yang disebut taqwa.
4.
Tujuan filsafat ialah kecintaan kepada
pengetahuan yang bijaksana dengan hasil kedamaian dan kepuasan jiwa yang
sedalam-dalamnya. Tujuan agama adalah kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan,
keselarasan, keridhoan.[15]
D.
Hubungan Antara Filsafat dan
Sosiologi
Sosiologi
ilmu adalah sebuah disiplin yang secara teoritis berusaha menganalisis kaitan
antara pengetahuan dengan kehidupan dengan secara metedologis beruapaya
menelusuri bentuk-bentuk yang diambil oleh kaitan itu dalam perkembangan
intelektual manusia.[16]
Disiplin ini dirintis oleh Max Scheler dan diperkokoh oleh Karl Manheim.
Sosiologi
merupakan cabang ilmu social yang dahulunya berinduk pada ilmu filsafat, dengan
demikian pokok-pokok pikiran sosiologi tidak bisa terlepas dari pemikiran dari
para ahli filsafat yang mengkaji tentang hehidupan manusia.
Sudah
menjadi sifat bawaannya, bahwa sosiologi sejak berkembang hingga dewasa ini
menjadi disiplin yang berdiri sendiri yang selalu berada dalam suasana
pergulatan,pemikiran dikalangan tokoh-tokohnya. Sosiologi lahir di
tengah-tengah persaingan antara filsafat dan psikologi.
Dengan
demikian, keterkaitan antara sosiologi dan filsafat adalah bahwa sosiologi
memberikan informasi yang cukup tentang adanya keterkaitan antara proses
keilmuan tertentu dengan faktor-faktor lain diluar keilmuan, misalnya ideology,
tradisi keagamaan, otoritas politik, ekonomi dan lain-lain.[17]Dimana
kita mengetahui pada zaman thales yakni ketika dia berhenti di wilayah mesir,
dia melihat keadaan masyarakat dimana mereka semua sangat membutuhkan air. Dari
situlah muncul pernyataan dia bahwa air adalah sesuatu yang penting dari segala
sesuatu setelah dia melihat keadaan wilayah tersebut. Inilah yang menjadikan
filsafat sangat berhubungan dengan sosiologi.
BAB
III
KESIMPULAN
Filsafat
adalah cara berfikir manusia dengan menggunakan akal atau pikiran manusia untuk
menjawab mengenai suatu masalah yang penyelidikannya sampai kepada yang
mendalam dan mengakar dari persoalan itu. Sedangkan disiplin ilmu adalah
berbagai macm ilmu pengetahuan yang didalamnya diajarkan berbagai macam suatu
ilmu yang dapat mengembangkan individu menjadi lebih berawawasan dan memiliki
semangat keilmuan yang tinggi untuk kemajuan suatu bangsa dan Negara.
Antara
filsafat dengan disiplin ilmu saling berhubungan satu sama lain, tanpa disiplin
ilmu mka tidak aka nada filsafat. Hubungan antara keduanya sangat erat dan kini
menjadi ilmu yang sangat berpengaruh dalam dunia.
Karena
banyaknya pertanyaan yang timbul dari berbagai ilmu pengetahuan, maka dengan
filsafat mereka dapat menjawab peertanyaan tersebut. Dan filsafat semakin
berkembangberkat adanya berbagai disiplin ilmu. Karena kini filsafat dijadikan
sebagai induk dari berbagai ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa filsafat dan
disiplin ilmu baik dengan antropologi, pendidikan, agama, dan sosiologi tidak
bisa dipisahkan atau masing-masing disiplin ilmu saling memiliki keterkaitan
satu dengan yang lainnya, karena fungsi antar disiplin ilmu saling melengkapi
dalam hal materi keilmuan dan diseluruh dunia akan mendapatkan keteraturan serta
menjadi pegangan hidup bagi manusia dimasa depan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia
Memahami Manusia Melalui Filsafat. Cet.3. Bandung: PT. Remaja rosdakarya
offset
·
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama
1. Jakarta: PT. LOGOS wacana Ilmu
·
Muslih, Mohammad. 2006. Filsafat Ilmu
Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan
Cet.3. Jogjakarta: Belukar
·
Prasetyo. 2002. Filsafat Agama.
Cet. 3. Bandung: Pustaka Setia.
·
Salam, Burhanudin. 2003. Pengantar
Filsafat. Cet. 5. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
·
S. Praja, Juhaya. 2008. Aliran-aliran
Filsafat dan Etika. Cet.3. Jakarta: kencana.
·
Suhartono,Suparlan.2007. Filsafat
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
[1]
Suparlan Suhartono. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.hal 84
[2]
Ibid. hal 79-80
[3]
Ibid. hal 108
[4]
Ibid. hal 108
[5]
Ibid. hal 109
[6]
Zainal Abidin. Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Hal 3
[7]
Ibid. hal 10
[8]
Ibid. hal 11
[9]
Ibid. Hal 13
[10]Ibid..
Hal 15-17
[11]
Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana hal 15
[12]
Ibid.hal 15
[13]
Ibid.hal 16
[14]
Drs. Burhanudin Salam. Pengantar Filsafat. Jakarta : BUmi Aksara Cet.5 hal 184
[15]
Ibid. hal 184-185
[16]
Muhammad Muslih. Filsafat Ilmu. Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan. 2004. Yogyakarta: Belukar. Hal 22
[17]Ibid.
Hal 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar