BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti yang
kita ketahui dari masa ke masa filsafat mengalami perkembangan mulai dari zaman
yunani kuno, menuju abad pertengahan hingga pada zaman modern. Pada setiap
zamannya, masing-masing memiliki karakteristik mengenai pemikiran filsafat.
Seperti pada pertengahan abad yaitu pada masa patristik yang membicarakan
tentang perlu tidaknya filsafat yunani oleh para pemimpi gereja pada saat itu.
Adapun istilah
patristik tersebut berasal dari bahsa latin yaitu “peter” yang berarti bapak,
maksudnya ialah para pemimpin gereja yang dipilih dari golongan atas atau para
ahli pikir. Pada perjalanannya, masuklah peradaban yunani dikalangan mereka
sehingga menimbulkan perbedaan pendapat para tokoh patristik mengenai filsafat
yunani. Hal ini mewarnai corak kehidupan masyarakat pada saat itu. Seperti
perbedaan pendapat para ahli pikir dalam menghadapi masalah perlu tidaknya
filsafat yunani dalam penggunaan peraturan dan kebijaksanaan pengambilan
keputusan yang ditetapkan. Sehingga muncullah dua pendapat yang berbeda,
pertama golongan yang menolak sepenuhnya filsafat yuani karena dianggap
bertentangan dengan wahyu ilahi dan golongan yang kedua yaitu menerima filsafat
yunani sebagai kebijaksanaan yang diambil yang hanya mengambil metode (tata
cara berpikirnya) saja.
Sikap tersebut
diatas bahwa tokoh patristik dalam perjalanannya mengetahui kebenaran
dipengaruhi oleh filsafat.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Siapakah tokoh-tokoh yang termasuk ke
dalam madzhab patristik?
2.
Adakah perbedaan pemikiran antar madzhab
madzhab patristik mengenai perlu tidaknya filsafat yunani?
3.
Bagaimana pengaruh madzhab patristik
terhadap pemikiran filsafat?
1.3 Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan
dalam penulisan makalah ialah:
1.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh patristik
2.
Untuk mengetahui perbedaan pemikiran
para tokoh patristik mengenai perlu tidaknya filsafat yunani
3.
Untuk mengetahui pengaruh madzhab
patristik terhadap pemikiran filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tokoh-tokoh Madzhab Patristik
Melihat sejarah
perkembangan filsafat pada abad pertengahan
sudah adanya filsafat yunani yang
mewarnai pemikiran-pemikiran madzhab patristic mengenai keimanan
(kristiani). Pada zaman ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu patristic yunani dan patristic latin.
Patristik yunani berpusat di atena sedangkan patristic latin berpusat di kota Roma.
Pada saat itu para pemikir mazhab patristic
merasa tergangu dengan danya para ahli filsapat yunani yang berasal dari
penganut notisisme (gerakan keagaman yang berciri dua listik yang menggunakan
sumber-sumber yahudi,keristiani dan kafir) sehingga para mazhab patristic
berusaha untuk mempertahankan gagasan-gagasan dalam injil (pemurnian injil).[1]
Dalam pemikiram madzhab patristic pada saat itu terdapat dua pendapat yang
berbeda mengenai penggunaan filsafat yunani. Sebagian berpendapat filsafat
yunanitidak lagi perlu digunakan untuk mengetahui kebenaran Tuhan.
Adapun penjelasan mengenai
patristic yunani dan patristic latin adalah sebagai berikut:
A.
Patristik Yunani (Patristic Timur)
Patristik yunani merupakan golongan pemuka agama
Kristen yang mencoba membela iman Kristen dengan menolak adanya filsafat
yunani. Mereka beranggapan bahwa filsafat yunani tidak lagi perlu digunakan
karna mereka sudah mendapatkan sumber kebenaran yaitu firman Tuhan.[2]
Mereka juga menganggap para filsuf yunani mengambil pokok ajarannya darikitab
suci orang yahudi, yang bertentangan dengan agama Kristen karna mereka lebih
menggunakan akal fikirannya (logos) dan keyakinan mereka sendiri dalam
menetukan suatu hal tanpa mengikuti
aturan hukum Allah yang dianut oleh agam Kristen tersebut. Namun tidak semua
tokoh madzhab-madzhab patristic menolak adanya filasfat yunani karna untuk
mengetahui tuhan perlu pemikiran yang mendalam disamping dengan menggunakan
iman Kristen.
Adapun tokoh-tokoh madzhab
patristic adalah sebagai berikut:
1.
Klemes
Klemens
merupakan tokoh patristic yunani yang hidup pad tahun 150-215 M. Klemens
merupakan tokoh pembela Kristen namun ia masih menerima filsafat sebagi metode
dalam membela iman Kristen tersebut. Ia beranggapan bahwa dalam proses mengenal
tuhan bukanlah dengan keyakinan irasional akan tetapi melalui disiplin pemikiran
rasional.[3]
Artinya dalam proses mengenl tuhan tidak hanya meyakini saja aknan tetapi dalam
keyakinan tersebut diikuti dengan pemikiran secara rasional(logos) yaitu dengan
pengetahuan yang tidak keluar dari aturan ajaran Kristen (iman Kristen), contohnya
ketika kita meyakini adanya tuhan kita tidak hanya yakin akan tetapi harus ada
tindak lanjut dari keyakinan tersebut dengan melakukan tindakan yang benar
sesuai akal rasaional. Dalam
pemikiran tersebut Klemens
menggunakan filsafat sebagi metode untuk memahami iman Kristen secara mendalam.
2.
Justinus Martir
Justinus martir
merupakan tokoh patristic yang menentang keras adanya filsafat yunani. Justinus
martir beranggapan bahwa filsafat yunani merupakan pemikiran yang ajarannya
diambil dari kitab yahudi dengan menggunakan pemikiran (logos) orang-orang
yunani sudah dipengaruhi oleh demon (setan), sehingga ajaran-ajaran murni
(injil) dipalsukan.[4]
Akan tetapi, orang-orang apologit (para pembela Kristen) dan justinus
menggunakan filsafat yunani hanya sebagai pembanding antara kitab yang di pakai
orang Kristen dengan kitab yang dipakai oleh orang yunani.
3.
Origen
Pada awalnya
origen sependapat dengan gurunya yaitu klemens bahwa tuhan itu transenden
(suatu konsep dimana
Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal rasional).
Oleh sebab itulah kemudian origen beranggapan bahwa manusia akan dapat mengkaji
tuhan melalui hasil penciptaan-Nya. Tetapi setelah menganalisis pendapat
mengenai tuhan itu transenden, kemudian ia berpendapat bahwa iman tidak
diperlukan oleh orang yang memiliki pengetahuan, karna iman dibutuhkan oleh
orang awam yang tidak mampu memahami kitab suci secara mendalam.[5]
Dari penjelasan
tersebut dapat dilihat adanya pertentangan antar iman dan pengetahuan, dimana
menurutnya pengetahuan lebih tinggi tingkatannya dari iman. Karena denagn
pengetahuan manusia dapat berfikir dan membedakan baik buruknya mengenai suatu
hal dalam proses pencarian kebenaran dengan menggunakan akalnya, sehingga iman
tidak diperlukan lagi. Contohnya dalam kitab mengatakan bahwa puasa itu baik
(contoh iman). Tetapi melanjutkan
dengan pengetahuan maka seseorang mencoba memebuktikan dengan cara mencari tahu tentang puasa itu sendiri dan untuk
lebih meyakinkan dirinya atas benar tidaknya kemudian orang tersebut melakukan
puasa. Setelah proses pembuktian itu selesai dilaksanakan diperolehlah suatu
kebenaran mengenai manfaat puasa.
Pada dasarnya seseorang menggunakan iman dalam meyakini
adanya suatu hal , namun dengan adanya
perkembangan dalam proses berfikir untuk membuktikan kebenarannya, manusia
menggunakan akalnya sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih dan dijadikan
sebagai tolak ukur dalam proses tersebut.
4.
Gregorius
dari Nyssa dan Gregorius Nazianze
Gregorius dari Nyssa berpendapat bahwa iman dan
pengetahuan memiliki perbedaan yaitu isi dan sunbernya. Kepastian iman tidak
dapat dijelaskan dengan akal karena pada dasarnya kepastian iman lebih tinggi
dibandingkan dengan kepastian pengetahuan yang menggunakan akal.
Maksudnya ialah iman itu bersifat abstrak sehingga tidak
sembarang orang dapat memahami atau mampu untuk mendefinisikannya, sedangkan
pengetahuan yanng dengan akal umumnya berkaitan dengan hal-hal yang dapat
dimengerti karena sifatnya alamiah (konkret). Meskipun demikian, pengetahuan dengan
akal bisa digunakan untuk membela iman kristen karena pengetahuan tersebut
dapat menjabarkan dan menghubungkan isi iman yang satu dengan yang lainnya
serta memberikan kepastian tehadap adanya Tuhan yang menjadi dasar iman.
Contohnya
ialah Tuhan, untuk mengetahui Tuhan kita tidak dapat mengetahui bagaimana Tuhan
itu sendiri (bentuk dan dzatnya), akan tetapi kita dapat menafsirkan Tuhan
melalui penciptaan-Nya seperti alam semesta ini.
Gregorius Nazinze berpendapat bahwa akal manusia pada
diri sendiri dapat mengenal Tuhan, yaitu dengan mempelajari hasil penciptaan
Allah misalnya alam semesta ini, dengan akalnya manusia tersebut mengetahui
bahwa alam ini ada berdasarkan kehendak Tuhan, meskipun pada hakikkatnya dzat
Tuhan tidak dapat dilihat oleh manusia.[6]
B.
Patristik
Latin (Patristik Barat)
Sama halnya seperti patristik yunani, patristik latin pun
merupakan pemuka agama kristen yang menolak adanya filsafat yunani karena
ajaran filsafat yunani dianggap menyimpang dari ajaran iman kristen (injil)
namun ada pula yang menerimanya. Tokoh-tokoh yang termasuk tokoh latin adalah
sebagai berikut:
1.
Tertullianus
Tertullianus merupakan tokoh patristik yang hidup pada
tahun 160-222 M. Tertullianus beranggapan bahwa filsafat yunani tidak dibutuhkan
karena semua ajaran untuk mendapatkan kebenaran sudah cukup dengan keterangan
Masehi dan Injil. Ia juga menganggap bahwa para filosof banyak mengambil
ajarannya dari pemikiran-pemikiran taurat akan tetapi mereka tidak mengakuinya.[7]
Meskipun ia menolak adanya filsafat namun ia masih mentolerir penggunaan akal
untuk mengenal Tuhan dan Jiwa. Maksudnya ialah dengan akal manusia dapat
berfikir mengenai kebenaran keberadaan Tuhan dan sifat-sifatnya dengan
mengetahui semua penciptaan-Nya.
2.
Aurellius
Agustinus
Aurellius Agustinus merupaka tokoh patristik yang hidup
pada tahun 354-430 M. Ia beranggapan bahwa filsafat merupakan jalan yang dapat
mengantarkan kepada kebenaran, akan tetapi tidak dapat sampai menemukan semua
kebenaran.[8]
Artinya, manusia tidak dapat menjangkau semua kebenaran mengenai adanya Tuhan
karen akal manusia pada hakikatnya terbatas untuk mengetahui hal-hal yang sulit
dijjangkau oleh fikirannya, seperti pertanyaan “Allah itu apa?” yang kita ketahui hanyalah bahwa Allah itu tidak
dapat dilihat oleh manusia kita hanya dapat meyakini bahwa Allah itu ada.
3.
Dionosios
Dionisis berpendapat bahwa Allah adalah asal segala
sesuatu yang ada, keadaannya transenden tidak mungkin memikirkan Dia dengan
cara yang benar dan memberikan kepadanya nama yang tepat. Artinya, alam semesta
beserta isinya ada karena Allah mencipttakan itu semua, namun keadaan Allah
berada di luar alam yang sulit dijangkau oleh akal pikiran rasional. Menurutnya
dalam memikirkan tentang Tuhan ada tiga cara yang saling mendukung, yaitu:
·
Orang
dapat secara positif menyebutkan segala hal yang baik yang terdapat di alam
jagat raya ini untuk Allah.[9]
Artinya dalam proses mengetahui Allah dalam mengaplikasikannya berjalan sesuai
dengan yang terdapat dalam wahyu Tuhan dan semua itu ditujukan untuk Tuhan.
Contohnya ialah Injil, dimana di dalamnya berisi konsepan
mengenai tujuan manusia kepada Tuhannya untuk beribadah sebagai aplikasi timbal
balik atas yang telah Tuhan berikan kepada manusia (aplikasi rasa syukur).
·
Orang
dapat menyangkal bahwa segala yang baik yang ada pada Tuhan berada dengan cara
yang sama seperti yang ada pada segala sesuatu di dalam jagat raya ini.[10] Artinya,
sifat atau segala yang baik dari Tuhan itu ada dengan sendirinya tanpa kita
harus memikirkan bagaimana proses adanya hal tersebut karena akal manusia tidak
dapat menjangkau tentang itu. Sedangkan keberadaan alam ini karena ada yang
mengadakan yaitu kehendak Tuhan.
Contohnya
ialah Matahari, kita tidak tahu bagaimana proses penciptaannya dan kenapa
matahari itu dapat memancarkan sinar dan panas, yang kita tahu hanyalah
matahari diciptakan oleh Tuhan tanpa harus kita mengethui prosesnya.
·
Orang
dapat meneguhkan bahwa Tuhan itu sempurna melebihi segala kesempurnaan makhluk,
yang keberadaannya dengan cara yang tidak dapat dimengerti melebihi segala makhluk.[11]
Artinya, akal pikiran manusia terbatas untuk mengetahuai asal usul adanya
Tuhan.
C.
Pengaruh
Madzhab Patristik terhadap Pemikiran Filsafat
Dalam perkembangan pada masa patristik perdebatan masalah
penggunaan filsafat yunani kerap terjadi karena pada saat itu dalam proses
mencari kebenaran mengenai Tuhan para tokoh patristik mengambil metode yang
digunakan oleh para filosof yunani dalam memikirkan sesuatu mengenai kebenaran
dalam pencarian tentang Tuhan.
Melihat adanya pemikiran pada setiap tokoh patristik
dalam menggunakan cara tersebut, sehingga hal ini berpengaruh besar pada
pemikiran filsafat yang pada hakikatnya hampir semua tokoh menggunakannya untuk
mengetahui semua hal tentang Tuhan selain dengan menggunakan iman, namun itu
semua tidaklah mudah untuk mencapai pengetahuan tentang Tuhan sampai akarnya
karena pemikiran manusia hanya bisa memikirkan adanya Tuhan melalui semua
penciptaannya tanpa mengetahui wujud, sifat dan dzat Tuhan. Meski sifat Tuhan
dan manusia memiliki kemiripan namun bukan berarti memiliki kemiripan yang sama
persis artinya bukan pada esensinya karena walau bagaimana pun Tuhan di atas
segalanya.
Kondisi tersebut berpengaruh pada gerakan-gerakan
keagamaan dan pada pemikiran sekular seperti yang terjadi pada pemikiran Origen
yang mengesampingkan iman. Hal tersebut dapat dilihat dari cara masing-masing
madzhab dalam usaha melindungi keaslian kitab suci (Injil) yaitu seperti adanya
pertarungan berbagai ideologi politik, adanya kesamaan dalam pandangan, dalam
dogmatisme (bersifat mengikuti atau menjabarkan suatu agama tanpa kritik sama
sekali) dan juga dalam fanatisme yang di dalamnya menghadapi konflik antar
ideologi yang tidak dapat disatukan misalnya ideologi yang digunakan oleh
filosof yunani dan para pembela iman kristen (golongan apologit). Sehinggga
pengaruh tersebut menimbulkan sebuah revolusi dalam pemikiran berbagai tokoh
patristik. Revolusi tersebut dapat dilihat dengan adanya penggunaan filsafat
dalam proses mencari kebenaran tentang Tuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
uraian yang terdapat pada bab pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pada
zaman patristik terdapat perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya filsafat
yunani dalam proses pencarian kebenaran tentang Tuhan. Ada golongan yang
menolak sepenuhnya filsfat yunani
tersebut karena menurutnya untuk mengetahui kebenaran tentang Tuhan tidak perlu
menggunakan filsafat yunani sebab itu dianggap sebagai pemikiran atau ide
gagasan manusia saja. Sedangkan yang menerima filsafat yunani beralasan bahwa
untuk membuktikan sumber kebenaran tidak hanya dari firman Tuhan saja tetapi
juga diperlukan suatu pemikirang yang dipandang sebagai perbandingan bagi
Injil.
b.
Madzhab
patristik membawa pengaruh bagi pemikiran filsafat bahwa adanya pandangan baru
tentang gerakan-gerakan keagamaan dan pengaruhnya pada pemikiran sekular.
Adanya perbedaan cara pandang mengenai ideologi-ideologi yang dicetuskan oleh
para tokoh patristik, misalnya ialah terjadi pertentangan antar tokoh patristik
yaitu golongan apologit (pembela iman kristen yang menolak keras adanya
filsafat yunani) dengan kaum gnostik (kaum yang menggunakan ajaran filsafat
yunani).
c.
Pada
dasarnya filsafat yunani digunakan oleh sebagian tokoh patristik tetapi dengan
hanya mengambil metode berpikirnya saja, tanpa menggunakan atau menjalankan
ajaran yang dibawa oleh filosof yunani tersebut.
[1]
Gerald O’Collins, SJ & Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi,
[2] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani,
Filsafat Umum dari Metologisampai Teofilosofi, h. 137
[3] Ibid, h.139
[4] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, h.71
[5] Muhammad afif bahaf, Filsafat umum pengantar
kea lam fikiran filsafat dari zaman klasik sampai zaman modern, hal.81.
[6] Ibid,
h.82
[7] Muhammad Afif Bahaf, Filsafat..., Op.cit, h. 82
[8] Ibid, h. 83
[9] Ibid, h. 86
[10] Ibid
[11] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar